Visca Barca,

Selamat datang di web Barca Blaugrana bagi pecinta sepakbola khususnya para penggemar Barcelona. Maksud & tujuan website ini adalah untuk mempererat tali persaudaraan sesama pendukung Barcelona dalam berinteraksi, berbagi info & berdiskusi mengenai berbagai hal menyangkut klub kebanggaan kita bersama. saran dan kritikan akan kami terima untuk kebaikan website ini. Sekian dan terima kasih.

FIDELITAT BLAUGRANA SENSE LIMITS, SOMOS LOS MEJORES, VISCA BARCA.

Senin, 25 Februari 2013

Tactical Review Milan-Barca



Publik sepakbola dunia seolah serempak mengunggulkan FC Barcelona akan mudah melewati AC Milan saat keduanya dipertemukan lewat undian babak 16 besar Liga Champions pada bulan Desember lalu. Begitu pun hingga menjelang detik kick-off Rabu malam kemarin waktu setempat, jamuan Milan masih dianggap formalitas untuk mengesahkan Barca sebagai pemegang tiket babak perempat final. Nyatanya, hukum dasar bahwa bola itu bundar terjadi juga. Mengepung pertahanan Milan sepanjang laga, malah gawang Victor Valdes yang dibobol dua kali oleh Kevin Prince Boateng dan Sulley Ali Muntari. Barca gagal mencetak gol dan harus mengejar defisit dua gol di kandang sendiri tiga minggu ke depan.

Apa yang terjadi sesungguhnya? Mari kita ulas adu taktik yang diterapkan oleh pelatih kedua tim.

Dari sisi komposisi pemain, ada dua keputusan penting Massimiliano Allegri yang sangat tepat untuk Milan pada laga tersebut. Yang pertama adalah keputusannya untuk memainkan Muntari dalam starting-eleven Milan. Muntari bukanlah pemain inti. Hampir sepanjang musim ini dia menjalani proses pemulihan pasca cedera lutut saat bermain sepakbola pantai pada liburan musim panas lalu. Namun, sepertinya Allegri punya penilaian berbeda. Bila beberapa pelatih selama ini memfokuskan pengawalan pada Lionel Messi, maka Allegri menempatkan seorang Muntari untuk lebih mengawal Xavi Hernandez dibanding Messi. Namun ada satu pesan penting yang tampaknya dititipkan oleh Allegri, bahwa Muntari mengawal Xavi dalam pergerakannya dengan bola mulai dari lingkaran tengah lapangan, sementara saat Xavi bermain lebih ke dalam membentuk jangkar bersama Sergio Busquets, tugas Muntari dialihkan untuk memonitor pengolah bola Barca lainnya, Messi. Maka, menjadi pemandangan rutin dalam pertandingan tersebut bahwa saat mengawal Xavi, posisi Muntari naik sejajar Giampaolo Pazzini, sementara sering kali ia juga terlihat terselip mendekati Massimo Ambrosini untuk mengunci Messi. Secara singkat, peran pengawalan Muntari bersifat ‘roaming’ terhadap Xavi dan Messi.

Keputusan penting kedua dari Allegri adalah memainkan gelandang serang Kevin Prince Boateng sebagai sayap kanan. Sadar bahwa skill olah bola Boateng akan sulit berkembang melawan Barca bila berlama-lama dengan bola, maka Allegri melepaskan Boateng sebagai pelari di sayap kanan untuk menerima bola muntahan dari gelandang Milan. Maka Milan pada laga tersebut sebenarnya tidak memainkan seorang pengatur serangan. Tidak ada pemain khusus yang ditugaskan untuk mengatur tempo, namun untuk urusan mengirimkan umpan, Allegri lebih banyak mempercayakan pada kemampuan Riccardo Montolivo. Disinilah kejelian Allegri mengubah pola 4-3-1-2 yang lazim diterapkannya menjadi 4-3-3.

Sementara itu, tidak ada kejutan dari komposisi yang diturunkan oleh Jordi Roura. Kembali, formasi 4-3-3 Barca dihuni oleh pemain-pemain yang sudah rutin dijadikan Roura sebagaistarting-eleven. Ini menjadi satu poin bagaimana mudahnya Allegri membaca strategi Barca. Idealnya, dari satu laga ke laga lainnya, ada dua tiga pemain yang dirotasi Roura untuk mengelabui lawan. Khusus bila kita menyimak empat laga kontra Milan di musim lalu, beberapa variasi yang diterapkan Josep ‘Pep’ Guardiola, pelatih Barca kala itu, diantaranya mendorong Dani Alves sebagai sayap kanan (yang pada musim ini selalu diisi oleh penyerang murni), ataupun memainkan Seydou Keita yang sebenarnya bukan pemain inti.

Belum ada kabar yang benar-benar terang mengenai faktor kalahnya Barca malam itu, tapi satu pendapat sudah disampaikan oleh Cesc Fabregas usai pertandingan, bahwa Barca bisa jadi sedang dilanda kelelahan. Hal ini cukup masuk akal bila dikaitkan lebih minimnya rotasi pemain di era duet pelatih Francesc ‘Tito’ Villanova dan Roura. Maka sebenarnya memilih di antara Alexandre Song, Javier Mascherano, Thiago Alcantara ataupun Alexis Sanchez untuk diselipkan dalam starting-eleven bisa menjadi kejutan Barca untuk sang tuan rumah.

Sepanjang laga berlangsung, terlihat bahwa skenario Allegri berjalan sukses, sementara Barca tidak berdaya mencari alternatif. Dinamisme strategi Milan akan lebih terlihat efektif dengan membandingkan jalannya pertandingan sebelum dan sesudah terjadinya gol Boateng.
Seperti kerbau dicocok hidungnya, duet Philippe Mexes dan Cristian Zapata benar-benar disiplin di depan gawang Christian Abbiati. Mereka tak pernah terpancing maju meninggalkan sepertiga terakhir dari area permainan Milan. Urusan mereka lebih kepada mengoordinasikan wilayah yang kosong yang sedang disasar Barca, sementara untuk mengawal para pengumpan seperti Xavi, Messi, Andres Iniesta dan Cesc Fabregas diserahkan bergantian kepada trio Montolivo, Ambrosini dan Muntari.

Sementara untuk urusan menyerang, bila pengaturan tempo yang dimiliki Milan saat menguasai bola belum maksimal, maka hanya bola yang dikirimkan ke depan. Namun bila untuk beberapa saat Milan berhasil mendapatkan tempo yang diinginkan, maka kedua bek sayap sajalah yang diutus mencari sudut di masing-masing sisi untuk mengumpankan bola ke kotak penalti Barca. Ini yang menyebabkan bahwa Ignazio Abate di kanan dan Kevin Constant di kiri terlihat sendirian mendukung tiga penyerang Milan.

Barca, dengan pola 4-3-3 sebagai formasi awal, bertransformasi menjadi 2-3-5 saat menguasai bola. Hal ini sudah lumrah dilakoni di setiap pertandingan Barca. Kendalanya, dengan susunan pemain yang dipilih Roura, tidak ada tipe striker murni yang bisa dijadikan dasar perubahan strategi di lapangan. Satu-satunya yang bisa berperan demikian tanpa mengorbankan potensi pemain lainnya di Barca pada malam itu hanya Sanchez. Namun dia masih duduk di bangku cadangan hingga lima menit setelah gol pertama Milan. Maka hingga Sanchez turun, Barca masih terjebak dengan alternatif target-man yang terbatas. Posisi Messi sendiri terlihat beberapa kali bentrok agak ke kanan menyerempet area Pedro Rodriguez. Idealnya, untuk mengatasi peran ‘roaming’ Muntari di Milan, menjauhkan jarak antara Messi dan Xavi bisa dilakukan dengan menggeser Messi ke posisi lamanya sebagai sayap kanan dan memindahkan Pedro dari sana ke sayap kiri. Namun, Iniesta dan Fabregas sebagai pembagi bola yang lebih bermain ke depan dibanding Xavi, tidak memiliki bakat alami untuk menjadi penyelesai akhir. Jadilah Barca sangat sedikit melepaskan shot-on-target ke gawang Abbiati.

Keadaan yang demikian terjadi hingga menit ke-57 dimana Boateng mencetak gol dari bola liar hasil tendangan bebas Montolivo. Gol yang menyentak Barca tersebut disambut dengan pergantian pemain oleh Roura. Masuknya Sanchez menggantikan Fabregas dimaksudkan untuk menyelesaikan problem utama Barca di laga ini, yaitu kepada siapa bola harus diumpankan di kotak penalti lawan. Sanchez menjadi ujung tombak, dan Messi mengambil area yang ditinggalkan Fabregas.
Di sisi lain, merespon pergantian pemain oleh Barca, Allegri mengganti Pazzini dengan Niang M’Baye. Respek harus diberikan kepada Allegri dengan pergantian pemain ini. Masuknya Niang dan juga Bakaye Traore menggantikan Stephan El Shaarawy mengindikasikan bahwa Milan sebenarnya tidak sedang mencari aman walaupun dalam keadaan unggul. Walaupun masih terbilang muda, Niang dan Traore menempati posisi yang sama dengan pemain yang digantikannya dan tidak menambah jumlah penutup wilayah permainan Milan. Hal ini jelas berbeda dibandingkan beberapa tim yang pernah melawan Barca di Liga Champions musim-musim sebelumnya yang menggantikan penyerang ataupun gelandang serang dengan gelandang bertahan ataupun bek di saat mendapatkan keunggulan gol ataupun agregat.

Sangat disayangkan memang, sekalipun sudah melakukan pergantian pemain, Barca tidak mampu menambah ancaman serangannya. Ini bisa dibaca sebagai kondisi situasional dimana perubahan posisi trisula Barca terjadi di saat Milan sudah mendapatkan kepercayaan diri untuk menyerang dan keluar dari pertahanan. Secara perlahan ujung tombak Milan dilepas lebih jauh mengejar bola hingga mendekati kotak penalti  Barca, sementara El-Shaarawy dan Boateng lebih berani mengolah bola dari sisi sayap. Montolivo dan Muntari secara bergantian naik dari tengah lapangan, hingga Muntari mendapatkan momen mencetak gol kedua Milan.

Masih ada putaran kedua. Semoga Barca mampu mempelajari kekalahan pada laga tersebut.
Visca Barca!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar