Visca Barca,

Selamat datang di web Barca Blaugrana bagi pecinta sepakbola khususnya para penggemar Barcelona. Maksud & tujuan website ini adalah untuk mempererat tali persaudaraan sesama pendukung Barcelona dalam berinteraksi, berbagi info & berdiskusi mengenai berbagai hal menyangkut klub kebanggaan kita bersama. saran dan kritikan akan kami terima untuk kebaikan website ini. Sekian dan terima kasih.

FIDELITAT BLAUGRANA SENSE LIMITS, SOMOS LOS MEJORES, VISCA BARCA.

Senin, 18 Maret 2013

Tactical Analys, Remuntada Barca – Milan


Sebuah formasi yang tak lazim dimainkan FC Barcelona di musim ini, akhirnya disuguhkan dalam laga super penting, putaran kedua babak 16 besar Liga Champions 2012/13. Bila kita batasi definisi tim besar dari Spanyol adalah tim yang pernah merengkuh minimal satu piala di tanah Spanyol ataupun di benua Eropa dalam sepuluh tahun terakhir, tak sekalipun di sepanjang La Liga musim ini Barca meladeni Real Madrid CF, Atletico Madrid, Valencia dan Sevilla sebagai kelompok tim besar tersebut dengan starting-eleven seagresif yang ditampilkan saat menjamu AC Milan hari Selasa, 12 Maret 2013, malam waktu setempat. Begitupun di ajang Liga Champions. Hingga matchday 7 saat dibekuk Rossoneri 2-0, Barca masihlah konservatif soal cara penempatan pemain dan alur serangan.
Barca memulai pertandingan dengan belajar dari kesalahan di tiga kekalahan menyesakkan dari Milan (20 Februari 2013) serta Madrid (26 Februari dan 2 Maret 2013). Dari seluruh kekalahan tersebut, statistik mengindikasikan Barca gagal mengembangkan permainan karena terlalu mudah dibaca lawan. Berkaca dari banyaknya kebobolan (7 gol) dan minimnya gol yang dicetak (2 gol) dari ketiga kekalahan tersebut, Jordi Roura sebagai pendamping pasukan Biru Merah di pinggir lapangan mengorganisasi pemainnya dengan cara berbeda. Tidak murni kejutan memang, karena gambaran besar perubahan tersebut sudah pernah ditampilkan pendahulunya, Josep ‘Pep’ Guardiola dan Frank Rijkaard. Namun, untuk ukuran musim berjalan, ini adalah sebuah kejutan.
Keputusan penting pertama Roura adalah dengan menganulir kebiasaan Barca yang menempatkan bintangnya, Lionel Messi, sebagai penyerang tengah. Dengan kekhasan Messi untuk menggiring bola dalam beberapa sentuhan, giringannya seringkali sudah dijepit salah satu bek tengah lawan serta gelandang bertahan saat masih jauh dari kotak penalti lawan. Maka untuk memaksimalkan peran Messi, ada dua pilihan yang bisa dilakukan Roura, menggesernya ke posisi lamanya sebagai sayap kanan atau menarik mundur Messi dan menempatkan seorang penyerang tengah di depannya. Pilihan yang kedua akhirnya diambil Roura dengan skenario bahwa Barca akan menggiring bola dari sayap hanya sampai saat menyentuh sepertiga pertahanan terakhir Milan. Setelahnya bola diumpan lambung ke tengah kotak penalti sambil berharap muntahannya jatuh ke pemain Barca, atau bola disodorkan kembali ke tengah sambil melihat celah yang timbul saat para pemain Milan bergeser. Disinilah peran Messi, berada di belakang penyerang tengah untuk memimpin para gelandang serang menangkap bola-bola liar di sekitar kotak penalti Milan.
Roura menempatkan Messi di belakang David Villa dengan maksud mengganggu konsentrasi bek tengah Milan agar tidak terlalu berfokus pada Messi. Sesungguhnya Villa sendiri juga kadang bergeser ke area pertahanan kiri lawan. Bedanya, bila pada tiga kekalahan terdahulu, Pedro Rodriguez lebih banyak bertugas menjemput bola wilayah lewat lari cepatnya di area tersebut, kini Villa lebih berperan sebagai target-men saat umpan Dani Alves bersifat pendek menuju kotak penalti Milan. Satu perbedaan berikut, dengan sifat alami Villa sebagai finisher, sekalipun bergeser ke kanan untuk membuka ruang bagi Messi, ia tetap berpedoman untuk menginjakkan kakinya di dekat kotak penalti Milan saja, sedangkan Pedro selama ini lebih banyak beredar mendekati garis lemparan ke dalam.
Yang stabil dari trio Villa-Messi-Pedro pada malam itu hanyalah posisi Pedro yang dipakemkan di sektor kanan pertahanan Milan. Sedangkan Messi dan Villa lebih sering terlihat bertukar tempat. Saat Messi naik, Villa sedikit bergeser ke kanan. Tiga gol pertama Barca menunjukkan hal ini. Contohnya saat gol kedua Messi, posisi ketiga penyerang tersusun sebagai Messi-Villa-Pedro, dimana bila dilihat dari sisi horizontal, Messi masih lebih jauh dari gawang Christian Abbiati dibanding Villa sebagai penyerang tengah. Nah, untuk mencetak golnya sendiri, posisi Villa pada saat itu adalah di dalam kotak penalti Milan dimana ia menjadi pemain paling kanan diantara trio tersebut.
Keputusan penting kedua yang ditunjukkan oleh Roura adalah dengan keberaniannya mengorbankan Fabregas. Fabregas pemain bagus, namun dengan naluri menyerang yang lebih tinggi dibanding Xavi Hernandez, Roura lebih memilih nama terakhir dengan alasan kemampuannya yang lebih baik dalam mengatur tempo. Keputusan mengorbankan Fabregas juga dalam rangka mensinkronkan dengan perubahan yang terjadi di sektor belakang.
3
Keputusan ketiga terjadi di lini belakang. Tak ada kejutan dalam hal nama pemain yang diturunkan Roura. Hanya satu yang berbeda, ‘format miring’ diraciknya dengan mendorong Alves sebagai sayap kanan. Fungsi ini terakhir kali diperankan dengan sukses oleh Alves saat Barca membalikkan keunggulan Sevilla di babak kedua pada jornada 25 yang digelar 23 Februari 2013 lalu. Bedanya, kali ini Barca menghadapi dua resiko sekaligus, yakni ruang kosong yang ditinggalkan Alves di kanan serta naluri Jordi Alba untuk naik menyerang dari kiri. Sementara pada saat melawan Sevilla, naiknya Alves tidak terlalu merisaukan karena Barca memasang Martin Montoya di pos yang biasa diisi Alba. Karakter Montoya yang lebih kuat dalam hal bertahan ini kurang lebih mirip dengan penempatan Olleguer Presas di zaman Rijkaard ataupun Eric Abidal di zaman Pep. Mereka diposisikan sebagai bek sayap, namun tidak diorientasikan untuk naik membantu serangan.
Ketiga keputusan penting Roura ini merupakan satu kesatuan. Keputusan Roura memakukan posisi Pedro di sisi kiri tak lain untuk menjaga porsi kecepatan yang seimbang antara sisi kiri dan kanan. Dengan Alves menawarkan lari cepatnya dari sayap kanan Barca, hadirnya Pedro dari sisi berseberangan akan menegaskan pencarian alternatif serangan dari kedua sisi pada saat serangan dari sektor tengah mentok.
Masih terkait dengan Alves. Dengan naiknya posisi bek asal Brasil tersebut, Barca perlu seseorang yang benar-benar mampu mengatur tempo untuk menunggu Stephan El Shaarawy melupakan intipan mautnya pada celah yang ditinggalkan Alves di pertahanan Barca. Beberapa kali terlihat umpan satu dua dilakukan Barca hanya di sekitar garis tengah saja sambil memapankan posisi serang Alves dan menunggu Il Faraone ikut mundur mengawal pertahanan Milan. Skenario seperti inilah yang lebih masuk akal untuk memahami mengapa Fabregas tidak dimainkan bahkan hingga pertandingan usai. Roura pun menjadikan Xavi sebagai pengatur tempo tersebut.
Luar biasa. Segunung resiko yang terpapar lewat keputusan-keputusan penting di atas berhasil dilakoni Barca dengan penuh kesabaran untuk membuka pertahanan Milan. Di pihak lain, Massimiliano Allegri melakukan beberapa kesalahan.
Pertama, keputusannya memainkan Mathieu Flamini dibandingkan Sulley Ali Muntari tampaknya didasarkan pada antisipasinya terhadap tampilnya Fabregas di pihak Barca. Hal ini cukup masuk akal melihat pergerakan Fabregas selama ini yang tidak sama banyaknya antara ke arah kanan dan ke kiri. Di Barca, Fabregas lebih cenderung bermain ke depan di sekitar sektor kiri Barca, hal mana sangat cocok dengan wilayah penjagaan oleh Flamini di Milan. Mungkin Allegri berpikir Flamini akan mampu mengawal mantan kompatriotnya di Arsenal tersebut. Namun nyatanya, Barca tidak memainkan Fabregas sama sekali.
Keberadaan Flamini di lapangan hingga digantikan oleh alumni La Masia, Bojan Krkic, di menit ke-74, patut dipertanyakan. Bila kita melihat proses terjadinya ketiga gol Barca, idealnya terlihat peran aktifnya dalam menutup para pencatat assist dari gol-gol tersebut. Hal lain terkait cedera yang menyebabkan kepalanya harus diperban sejak pertengahan babak pertama, menjadikan sebuah teka-teki soal kelugasannya menjalankan tugas menutup pertahanan Milan.
Riccardo Montolivo, yang pada malam itu ditugaskan Allegri di pos Muntari, terlihat kewalahan dengan rajinnya Alves naik dari sisi sayap. Alih-alih menjalankan fungsi Muntari yang di laga pertama berperan roaming mengawal Xavi atau Lionel, Montolivo malah acap kali kehilangan posisi ataupun bola dalam kepungan para pemain Barca di areanya.
Kedua, pengaturan pemain di lini depan Milan tidak menunjukkan akurasi berhitung oleh Allegri. Keputusannya memainkan Niang M’Baye sebagai penyerang tengah tidak berjalan efektif. Karakter Niang memang cocok untuk mengejar bola yang dikirim jauh dari belakang, namun dengan fakta bahwa Barca pun ternyata terus memepet Milan saat Milan masih mengolah bola di pertahanannya sendiri, Niang akhirnya beberapa kali terlihat turun menjemput bola.
Masuknya Robinho dan Muntari menggantikan Niang dan Massimo Ambrosini pada menit ke-60 langsung membawa dampak positif bagi Milan. Dalam keadaan tertinggal satu gol secara agregat, Robinho menunjukkan ide-ide baru dalam membuka pertahanan Barca, sementara Muntari memberikan semangat bertarung yang sebelumnya tak terlihat dari para pemain Milan. Mungkin bila dalam hitung-hitungannya Allegri memutuskan lebih awal memainkan mereka berdua, keseimbangan permainan dari sisi Milan akan terwujud lebih awal pula.
Milan semakin gencar menyerang dengan menukar satu slot gelandang pada diri Flamini menjadi penyerang lubang yang diisi oleh Bojan. Pola 4-2-3-1 ini sukses menambah daya gempur Milan. Walau tidak ada shots-on-goal yang berbahaya, namun sesungguhnya terdapat beberapa kreasi Milan yang mampu masuk ke kotak penalti Barca. Untungnya beberapa pemain Barca, seperti Sergio Busquets ataupun Alba secara bergantian berada di posisi yang tepat untuk menutup ruang tembak oleh Milan.
Di menit ke-84, Roura memutuskan lebih memperkuat pertahanan dengan memasukkan Adriano Correia menggantikan Pedro. Ini terutama mengantisipasi Ignazio Abate yang sudah memantapkan posisinya di area permainan Barca pada lima belas menit terakhir pertandingan. Dengan masuknya Adriano, ditambah dinormalkannya kembali posisi Alves setelah gol ketiga oleh Villa, Barca sebenarnya lebih banyak diserang pada periode ini. Gol keempat oleh Alba adalah pengecualian karena dimulai dari sebuah serangan balik yang bukan merupakan tradisi Barca dalam mencetak gol.
Walau menang, Barca tetap perlu waspada di pertandingan-pertandingan berikutnya. Perlu diingat, sekalipun diciptakan dalam skenario open-play, gol-gol Barca juga tak bisa dipisahkan dari sapuan tak bersih pemain Milan. Misalnya untuk gol kedua. Sebelum menyodorkan bola bagi Messi, bola yang didapat Andres Iniesta sebenarnya berasal dari cungkilan gagal oleh Ambrosini. Bola jatuh dalam kawalan Iniesta, sekali kontrol ia pun melepaskan umpan pendek bagi Messi yang berdiri dalam jarak aman dari kawalan Philippe Mexes.
Begitu juga pelajaran dari satu-satunya peluang emas Milan lewat Niang. Antisipasi bola lambung oleh Javier Mascherano sempat mengingatkan kita pada proses yang kurang lebih sama dengan gol pertama Madrid pada laga putaran kedua Piala Super Spanyol bulan Agustus lampau. Kala itu Mascherano keliru dalam mengukur titik jatuh bola lambung oleh Pepe yang berujung gol oleh Higuain. Kali ini tiang kiri gawang Victor Valdes menyelamatkan Barca. Situasi psikologis pertandingan jelas akan berbeda bila pantulan bola tersebut mengarah ke sisi dalam gawang.
Selamat, Roura! Terima kasih, Barca! Teruskan sampai di Wembley! Som Un Equip!
Visca Barca!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar